Sangatta – Kejaksaan Negeri (Kejari) Kutai Timur (Kutim) akhirnya menetapkan 3 orang sebagai tersangka dalam kasus dugaan korupsi pengadaan solar cell di Dinas Pendidikan Kutim, senilai Rp 24 Miliar pada Tahun 2020 lalu.
Ketiga tersangka tersebut yakni, berinisial RL selaku Kasi Sarana Prasarana di Dinas Pendidikan Kabupaten Kutai Timur Tahun pada 2020 lalu, AEH selaku Tenaga Kerja Kontrak Daerah (TK2D), yang diduga merupakan pelaku aktif untuk memanipulasi seluruh pengadaan barang dan jasa, kemudian R, selaku Direktur CV Dua Putra Sangatta, yang diduga turut serta dalam memanipulasi pengadaan solar cell di Dinas Pendidikan Kutim.
Kepala Kejaksaan Negeri Kutim Romlan Robin melalui Kepala Seksi Pidana Khusus (Kasi Pidsus) Michael A F Tambunan, mengatakan penetapan tersangka ini sudah berdasarkan dua alat bukti serta pemeriksaan saksi sebanyak 70 orang. Mulai dari pelaku pengadaan barang dan jasa sampai dengan Direktur CV[3]), keterangan ahli serta hasil perhitungan dari BPKP[4]) Kaltim. “Jadi kita sudah memperoleh perhitungan kerugian negaranya[5]) sebesar kurang lebih Rp16,6 Miliar,” Kata Kasi Pidsus Michael A F Tambunan, kepada media ini saat ditemui di ruang kerjanya, Selasa (16/1/2024).
Dijelaskannya, penetapan ketiga tersangka ini bukanlah yang terakhir, melainkan kasus ini masih akan terus didalami untuk mengungkap pelaku-pelaku yang lain, terkait dugaan korupsi pengadaan solar cell di Dinas Pendidikan Kutim pada Tahun 2020 lalu. “Saat ini kami juga telah menyita satu unit rumah beserta dengan tanahnya di klaster Monaco Bukit Menitarina Samarinda, yang nilainya mencapai kurang lebih Rp 1,1 Miliar. Penyitaan tersebut juga sudah berdasarkan dari Pengadilan Negeri,” Bebernya
Untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya, satu dari tersangka tersebut kini telah dititipkan di tahanan Mapolres Kutim untuk menjalani proses lebih lanjut. Seperti diberitakan sebelumnya, dalam kasus ini secara keseluruhan, pagu anggarannya sebesar Rp80 miliar, sementara khusus pengadaan solar cell senilai Rp24 miliar, sisanya untuk pengadaan tempat sampah, tas dan lainnya. Dijelaskannya, dari total anggaran sebesar kurang lebih Rp24 miliar itu, dipecah ke dalam 135 paket pekerjaan, dengan 33 CV yang mengerjakannya. “Kurang lebih modusnya hampir sama dengan kasus di PTSP,” jelasnya. (*)